Mulianya Aparat Karena Akal dan Imannya, Bukan Seragamnya
Mulianya Aparat Karena Akal dan Imannya, Bukan Seragamnya
Oleh : Mayangsari Rahayu, S.Si
Polisi merupakan bagian dari aparat penegak hukum. Wibawanya terletak bukan semata pada jabatan yang melekat padanya. Bukan pula sekedar terjahit pada seragam dinasnya. Kemuliaannya tercermin pada akal dan imannya dalam memangku jabatan penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat.
Sebagai manusia, insan mulia karena kemampuan berpikirnya, selayaknya polisi mampu menakar konten dan konteks suatu peristiwa. Selanjutnya memutuskan dan bergerak atas dasar pertimbangan yang matang, bukan atas nama keterdesakan. Hal ini karena keterdesakan akan cenderung mengesampingkan akal sehat, jauh dari berpikir jernih dan rawan berujung pada ketidaktepatan atau bahkan salah dalam mengambil keputusan. Sangat penting bagi polisi untuk berpikir apa saja yang sejatinya baik untuk masyarakat, mana yang membahayakan dan mana yang hakikatnya justru menyelamatkan masyarakat dari segala yang mengancamnya (seperti pergaulan bebas, adu domba, LGBT, narkoba, minuman keras, separatism, dll). Dengannya, polisi akan bijak dalam menyikapi setiap aduan, baik yang mendesaknya dengan otot maupun memojokkannya dengan akal (argumentasi yang berbeda). Demikianlah, karena polisi bukanlah robot yang terprogram, yang bergerak sebatas berdasarkan input. Terlebih, polisi adalah manusia cerdas yang mampu berpikir bijak atas setiap input sebelum menetapkan langkahnya.
Polisi muslim adalah seorang mukmin, yang meyakini adanya penciptaan dan mengimani akan datangnya hari pembalasan. Oleh karenanya, selayaknya mampu menilai dan bertindak sesuai imannya tak hanya inginnya. Suka-tidak sukanya didasari oleh ridlo-tidak ridlo Sang Kholiq terhadapnya, bukan kepentingan dunia atas nama keterdesakan. Perkataan dan tindakan diambil berdasarkan perintah komandan tertinggi manusia, Rasulullah SAW. Dengannya, polisi akan jauh dari sikap reaktif-reaksioner. Ketika datang aduan emosional dan bertentangan dengan perintah Sang Mudabbir maka polisi akan menenangkan dan menasehati, bukan justru terprovokasi atau langsung mengikuti atas nama menghindari pertikaian. Begitupun, pada saat seruan kebaikan itu hadir maka selayaknya polisi turut meng-amin-i dan mendukungnya (berpartisipasi, mengayomi dan melindunginya). Dengannya lah polisi akan mampu menegakkan hukum secara adil tanpa ada sedikitpun ketakutan pada manusia (sekalipun mereka kuat, banyak dan berkuasa). Iman telah menjadikan ketakutan akan murka Rabb-nya di atas segala.
Rasulullah bersabda:
سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شُرْطَةٌ يَغْدُوْنَ فِـي غَضَبِ اللهِ، وَيَرُوْحُوْنَ فيِ شَخَطِ اللهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ.
“Akan ada di akhir zaman para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka.” (Shahih al jami’).
Wallahu a’lam bish-shawwab. []
Posting Komentar untuk "Mulianya Aparat Karena Akal dan Imannya, Bukan Seragamnya"